TNNBS Rusak, Akibat Ulah Bupati?

LAMPUNG (KANDIDAT) — Ketua Aktivis Lembaga Konservasi 21 Edy Karizal menyoroti kerusakan ekosistem di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) akibat maraknya aktivitas perkebunan kopi yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan konservasi tersebut.

Menurut Edy, aktivitas memetik dan mengelola tanaman kopi di dalam kawasan taman nasional merupakan pelanggaran hukum. Namun, praktik ini terus berlangsung karena adanya informasi keliru yang berkembang di tingkat desa.

“Di tingkat desa, masyarakat mendapat informasi bahwa Bupati pernah menyampaikan boleh memetik kopi di kawasan. Padahal itu melanggar hukum. Di taman nasional sama sekali tidak diperbolehkan mengambil sesuatu, apalagi dari tanaman kopi yang sudah masyarakat tanam sebelumnya. Akibatnya, ekosistem aslinya rusak,” ujar Edy, Rabu (15/10/2025).

Edy menambahkan, berdasarkan informasi yang diterimanya, sejumlah lahan di kawasan TNBBS yang sempat disertifikasi kini telah dicabut dengan alasan kesalahan administrasi. Namun, ia menilai kerusakan sudah terjadi karena banyak lahan hutan telah berubah menjadi kebun kopi.

“Lahan taman nasional yang dulu disertifikasi itu sudah rusak, sama seperti lahan-lahan lain yang kini berubah menjadi kebun kopi. Ini jelas menyalahi fungsi taman nasional,” tegasnya.

Lebih lanjut, Edy menjelaskan bahwa fungsi taman nasional bukan untuk kegiatan budidaya, melainkan untuk penunjang budidaya, yakni pemanfaatan spesies alami yang ada secara terbatas dan berizin, misalnya untuk pengembangan tanaman anggrek atau penelitian konservasi.

“Secara umum, pemanfaatan taman nasional hanya untuk jasa lingkungan seperti penyediaan air, listrik, ekowisata, dan lainnya. Sudah jelas perbedaan antara taman nasional dengan hutan lindung, karena di taman nasional kegiatan budidaya dilarang,” tutupnya.

Diberitakan Sebelumnya, Founder Masyarakat Independent Gerakan Masyarakat Indonesia (GERMASI) Ridwan Lampung mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung agar menuntaskan proses hukum atas kasus dugaan penguasaan dan alih fungsi lahan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Tnbbs).

Ridwan menegaskan bahwa sebagian lahan di kawasan tersebut telah disita oleh Satgas Pengamanan Kawasan Hutan (PKH) Kejaksaan Agung. Namun, menurutnya, proses penanganan tidak boleh berhenti pada tahap penyitaan semata.

“Kami berharap prosesnya tidak hanya sampai penyitaan. Sesuai janji Gubernur Lampung waktu itu, harus ada langkah konkret berupa penertiban di lapangan. Itu juga merupakan aspirasi masyarakat,” kata Ridwan,(12/10).

Ridwan mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan sejumlah pihak dalam praktik penguasaan lahan di kawasan konservasi tersebut. Ia menyebut, dalam video yang beredar, seorang anggota DPRD Lampung Barat dari Fraksi PDIP diduga menyampaikan pernyataan menyesatkan, seolah-olah lahan di kawasan Tnbbs boleh digarap asal tidak kurang dari lima hektare dan pelaku memiliki KTP Lampung Barat.

“Itu jelas sesat. Berdasarkan undang-undang konservasi, kawasan taman nasional hanya boleh digunakan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan. Tidak boleh untuk aktivitas perkebunan atau usaha lain,” tegas Ridwan.

Ia menilai pernyataan tersebut berpotensi melanggar Pasal 105 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang menegaskan bahwa pejabat publik dilarang ikut serta atau memfasilitasi penguasaan kawasan hutan secara ilegal.

Selain itu, Germasi juga menyoroti dugaan keterlibatan pihak-pihak yang menampung hasil kopi dari kawasan Tnbbs. Menurut Ridwan, kopi yang berasal dari kawasan konservasi tanpa izin resmi termasuk hasil hutan ilegal dan dapat dijerat pidana.

“Kalau ada pihak yang menampung hasil kopi dari kawasan hutan tanpa izin, itu juga bisa dipidana. Karena sama saja mendukung pengrusakan kawasan konservasi,” tutupnya.

(Hen)