BANDAR LAMPUNG (KANDIDAT) – Akademisi Universitas Muhammadiyah Candrawansah menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135/PUU-XXII/2025 yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah atau lokal akan berdampak negatif .
Pasalnya, Putusan itu memisah penyelenggaraan pemilu serentak antara pemilu nasional yakni pemilihan anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden dengan pemilu daerah (lokal) memilih anggota DPRD (provinsi, kabupaten/kota) dan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota. Jeda waktu kedua pemilu itu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.
Wacana ini, mencuat sebagai konsekuensi dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu lokal dengan jeda 2 hingga 2,5 tahun.
Candrawansah mengatakan, jika Pemilu Daerah dan Pemilu Nasional, Pemilihan kepala daerah, baik bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil kepala daerah serta pemilihan gubernur dan wakil gubernur sudah diberlakukan pemilihan secara serentak.
“Untuk keserentakan tersebut dengan menggunakan UU 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang di mana keserentakan ini mempunyai dampak yang positif menurutku, terutama untuk efisiensi anggaran pelaksanaan pemilihan Provinsi dan Kabupaten / Kota,” kata Chandra saat dikonformasi melalui pesan whatsapp. Rabu (2/07).
Ia menerangkan, Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 135/PUU-XII/2024 Berkaitan dengan keserentakan pemilihan di Daerah yang diserentakkan antara pemilihan Kepala Daerah dengan DPRD Kabupaten / Kota dan DPRD Provinsi serta pemilihan Pusat yang diserentakkan adalah pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR dan DPD RI tentu mempunyai beberapa dampak negative.
“Dengan keserentakan seperti putusan MK tersebut, nilai efisiensi yang semula digaungkan menjadi pemborosan, kenapa? Coba dianalisa dengan dua mata anggaran pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang dibiayai oleh APBD dan pemilihan DPRD Kabupaten / Kota serta Provinsi yang dibiayai oleh ABPN, dua kali APBN akan menggelontorkan dana untuk pemilihan DPRD dan DPR, DPD dan presiden yang sebelumnya hanya sekali ketika Pemilu tahun 2024. Apabila dibiayai oleh APBD dalam Pemilu Daerah maka apakah Daerah akan mampu untuk hal itu. Karena APBD di daerah terutama Lampung sudah terserap lebih dari 80℅ untuk biaya operasional daerah itu sendiri,” ungkapnya
Kemudian, kata mantan ketua Bawaslu kota Bandar Lampung ini, Bagaimana dengan DPRD yang habis masa jabatannya dan pelaksanaan pemilihan tersebut dilaksanakan dua tahun setelah mereka selesai. Apakah ada Pj DPRD atau diperpanjang secara otomatis?.
”Ini hal yang baru dalam kancah ketatanegaraan kita. Apakah ketika perpanjang akan berdampak kepada gejolak Politik. Maka menurut saya gejolak akan terjadi apabila diperpanjang masa jabatan DPRD Kabupaten/Kota atau Provinsi tersebut,”ucapnya
Selain itu, sambung dia, Kepentingan Politik untuk pemilihan DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi menurutnya, Partai politik akan memilih untuk berkoalisi dengan pemegang kekuasaan.
”Jadi Oligarki akan meningkat karena DPR RI dan Presiden nanti tempat mereka bernaung yang paling aman dalam merebutkan kursi di DPRD dan ini menjadikan tumpuan bantuan dari penguasa,”terangnya
Bahkan, ketidak serentakkan pemilihan DPR RI dan DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi serta kepala daerah membuat adanya turun pertarungan bagi calon anggota DPR yang tidak terpilih sehingga politik lokal ditunggangi calon gagal dengan “turun kompetisi”.
“Pemilihan Kepala Daerah secara serentak tahun 2024 sebelumnya seperti dikorbankan dengan akan adanya penggabungan dengan Pemilihan DPRD sehingga mengorbankan adanya Pj Gubernur dan Pj Bupati atau Walikota disebabkan mereka sudah berakhir di tahun 2030 sedangkan Pemilu Daerah akan dilaksanakan pada tahun 2031,” tambahnya
Ia menambahkan, wacana perpanjangan wakil rakyat berdasarkan putusan MK akan berdampak negatif pada pemilu mendatang.
“Jadi banyak dampak negatif menurut saya yang diterobos oleh Putusan Mahkamah Konstitusi ini, walaupun tanpa mengabaikan adanya hal yang positif. Tinggal nanti kita lihat bagaimana regulasi atau Undang-Undang Pemilu baru yang mengatur Pemilu setelah Putusan MK tersebut,” tutupnya. (Edi)











