BANDAR LAMPUNG (KANDIDAT) – Ketua Lampung Police Watch (LPW) Provinsi Lampung, MD Rizani, menyuarakan kritik keras terhadap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung atas ketidakjelasan penanganan kasus LPPM Unila yang hingga kini belum juga terselesaikan.
Ia juga menyoroti mutasi Kajati Lampung, Kuntadi, ke Jawa Timur yang meninggalkan banyak kasus mangkrak.
“Itu perkara masih tahap penyelidikan, boleh saja Kejati melakukan penyelidikan tertutup dan tidak dipublikasikan. Tapi publik tahu kalau hari ini Rektor Unila, yang juga Ketua LPPM, sedang diperiksa oleh Kejati Lampung. Materi pemeriksaannya mungkin tidak dibuka ke publik, tapi jika penyelidikan dihentikan, publik juga harus diberi tahu,” tegas Rizani.
Menurutnya, Rektor Unila adalah pejabat eselon 1 yang merupakan tokoh publik. Di Lampung, hanya ada empat pejabat eselon 1: Rektor Unila, Rektor ITERA, Rektor UIN, dan Sekda Provinsi. Maka dari itu, publik berhak mendapatkan kejelasan hukum terhadap status hukum mereka.
“Masyarakat tahu Rektor Unila sedang diperiksa. Dugaan dan permasalahannya juga publik tahu. Kalau pemeriksaan berhenti atau tidak terbukti, seharusnya diumumkan. Kalau tidak, publik sah-sah saja menduga apakah ada kongkalikong, apakah kasus ditutup atau disuap. Atau Kejaksaan memang tidak bisa menuntaskan? Atau Kejaksaan diintervensi?” tambahnya.
Rizani menekankan, hukum adalah ilmu sosial-humaniora yang seharusnya memberikan kepastian, bukan digantung seperti kasus LPPM Unila ini.
“Hukum ini harus pasti, hitam putih, benar atau salah. Tidak boleh ‘kayak-kayaknya’, ‘sepertinya’, ‘bagaikan’, bahkan ‘katanya’. Masyarakat saat ini berada dalam ketidakpastian, dan ini menunjukkan bahwa Kajati tidak bisa memberikan kepastian hukum, apakah Rektor Unila bersalah atau tidak,” terangnya.
Rizani bahkan menyebut ada sejumlah bukti dan rumor internal kuat yang menunjukkan indikasi adanya tindak kejahatan.
Yang menurutnya lebih aneh lagi, Kajati Lampung yang tidak menunjukkan prestasi dalam penanganan kasus, justru mendapat promosi menjadi Kajati Jawa Timur.
“Katanya mantan penyidik KPK, tapi dapat reward jadi Kajati Jatim. Kalau reward berdasarkan dedikasi dan prestasi, itu harusnya dihitung secara meritokrasi. Kalau bersalah dihukum, kalau berhasil diberi penghargaan. Lalu apa prestasi Kajati ini selama di Lampung?” sindir Rizani.
Ia mempertanyakan dasar promosi tersebut, sebab menurutnya Kajati Lampung seharusnya mendapat “bendera hitam” jika selama satu tahun tidak ada capaian hukum signifikan.
“Siapa yang dipenjara di Lampung? Tidak ada. Masa hanya tangkap kepala desa? Itu kerjaan Kajari. Kajati harus punya target, minimal satu kasus Tipikor masuk ke pengadilan tiap tahun. Kalau tidak, harusnya dapat bendera hitam, bukan reward,” ungkapnya.
Menurut Rizani, situasi ini memperlihatkan bahwa Lampung hanya dijadikan tempat transit untuk naik jabatan. Ia menyatakan kekecewaannya terhadap kondisi penegakan hukum di daerah ini.
“Lalu bagaimana anggapan mereka terhadap hukum di Lampung? Kami ini masyarakat hukum, masyarakat terdidik. Ketika bicara Kejati, kami adalah bagian dari mereka. Apa kami dianggap bodoh dan tidak tahu apa-apa? Atau Rektor Unilanya yang super body?” lanjut Rizani.
Rizani juga menyinggung banyak rumor dan dugaan yang belum digali penyidik, termasuk dugaan proyek, proses lelang, dan kejanggalan lainnya di Unila.
“Kenapa Warek 2 mengundurkan diri? Padahal dia yang mengurus administrasi keuangan. Tentu ini menjadi tanda tanya. Belum lagi kabar mantan Aspidsus Kejati Lampung sedang S3 di Unila dan mendapat perlakuan khusus. Memang sah sah saja penegak hukum sekolah S3, tapi kalau dia sedang memeriksa rektor lalu sekaligus jadi mahasiswa di kampus itu, apa tidak janggal?”
Ia menyimpulkan bahwa Kejati Lampung tidak mampu memberikan kepastian hukum atas kasus LPPM Unila. Karena itu, Rizani menyatakan dirinya berhak menduga-duga, sebab penyelidikan tidak memberi kepastian.
“Saya tidak menuduh, tapi menduga. Karena Kejati tidak bisa menempatkan hukum sebagai sesuatu yang pasti. Rektor Unila jadi seperti tersandera—kalau dia benar, kenapa seperti salah? Akhirnya perkara ini digantung,” jelasnya.
Meskipun ranahnya adalah kepolisian, Rizani mendesak agar pihak kepolisian dan KPK ikut turun tangan mengusut perkara ini.
“Kalau perkara ini sudah tahap penyidikan, berarti sudah ada tersangka, barang bukti, alat bukti, berarti polisi atau KPK tidak bisa masuk. Tapi kalau masih sama-sama tahap penyelidikan, polisi boleh dong kepo. Saya minta polisi ikut kepo dalam perkara ini.”
Sebagai penutup, Rizani menyatakan dirinya siap membantu kepolisian dengan data dan informasi terkait Unila.
“Kalau Dirkrimsus Polda Lampung ingin tahu lebih dalam soal Unila, panggil saya. Saya punya banyak data dan bisa dibuktikan. Saya siap kapanpun dipanggil untuk wawancara dan membeberkan semua dugaan saya terhadap Unila,” tegasnya.
“Saya bukan hanya masyarakat hukum biasa yang menunggu kepastian hukum. Saya adalah orang yang banyak tahu dan banyak informasi soal Unila,” tutup Rizani. (Vrg)