BANDAR LAMPUNG (KANDIDAT) – Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila) Dedi Hermawan mengapresiasi langkah Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal yang telah memperjuangkan harga tapioka ke pusat meski kebijakan dikembalikan ke Daerah
Dedi mengatakan, bahwa permintaan pemerintah provinsi agar pemerintah pusat menetapkan kebijakan harga singkong tidak membuahkan hasil, karena kewenangan tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah daerah. Akibatnya, nasib petani singkong di Lampung seolah “dipingpong” tanpa kejelasan, sementara harga di tingkat petani terus merosot.
“Masalah utama penentuan harga singkong ini bersifat struktural dan kelembagaan. Ketimpangan posisi tawar antara petani dan pabrik pengolah masih sangat besar. Petani tidak memiliki kekuatan kolektif yang cukup untuk memengaruhi harga,” ujar Dedi. Minggu (19/01)
Ia menjelaskan, lemahnya kelembagaan petani membuat mereka sulit bernegosiasi dan bergantung pada tengkulak atau perantara yang sering mengambil keuntungan berlebih. Kondisi itu diperburuk dengan belum adanya regulasi daerah yang tegas terkait tata niaga serta mekanisme penetapan harga singkong.
Menurut Dedi, harga singkong juga dipengaruhi oleh minimnya transparansi dalam rantai pasok, dugaan praktik kartel antar pelaku bisnis, serta kurangnya koordinasi antara pemerintah, pabrik, dan asosiasi petani.
“Belum lagi faktor eksternal seperti impor tapioka dan ketidakseimbangan antara musim tanam dengan kapasitas serap pabrik. Semua ini membuat harga singkong di Lampung sulit stabil dan terus merugikan petani,” jelasnya.
Meski begitu, Dedi menilai langkah-langkah yang telah dilakukan Gubernur Lampung tetap patut diapresiasi. Namun, perjuangan tersebut, katanya, harus dilanjutkan dengan strategi yang lebih konkret dan partisipatif.
“Dalam situasi seperti ini, Gubernur perlu kembali turun ke lapangan dan berdialog langsung dengan semua pemangku kepentingan tata niaga singkong di Lampung. Jangan menyerah. Proses dialog memang panjang, tapi kalau ada niat baik, akan muncul kesepakatan bersama yang lebih mengikat dan konsisten dijalankan,” tegas Dedi.
Ia menambahkan, kondisi yang terjadi saat ini membutuhkan solusi cepat dan keberanian politik dari gubernur, mengingat sudah muncul sinyal kemarahan di kalangan petani singkong.
“Ini momen pertaruhan kepemimpinan Gubernur Lampung. Kalau mampu diselesaikan, akan lahir pemimpin yang sesungguhnya Gubernur Singkong. Tapi kalau tidak, hari-hari ke depan akan semakin berat,” pungkasnya.
(Yud)