PB PMII Diduga Diintervensi Mabinda Lampung untuk Meloloskan SK Bermasalah: Pelanggaran Aturan Organisasi Kian Terang

BANDAR LAMPUNG (KANDIDAT) — Konflik internal PMII Bandar Lampung kian memanas setelah muncul dugaan adanya intervensi dari pihak non-struktural dalam proses pengesahan kepengurusan cabang. Pemberkasan yang diajukan oleh Topik Sanjaya dinilai cacat administrasi, lantaran dua nama dalam Badan Pengurus Harian (BPH) — Muhammad Kamal sebagai sekretaris dan Deanty Febri Yanti sebagai bendahara — tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Organisasi (PO) PMII Pasal 10, hasil Muspimnas Tulungagung 2022, yang mewajibkan pengurus cabang telah mengikuti Pelatihan Kader Lanjut (PKL) dan memiliki sertifikat kelulusan.

Namun ironisnya, meski pelanggaran tersebut terang secara aturan, PB PMII tetap meloloskan dan mengesahkan SK kepengurusan versi Topik Sanjaya.

Sumber internal menyebut, keputusan PB PMII itu tidak lepas dari intervensi dua unsur Mabinda Lampung berinisial A.S. dan F.N,yang diduga ikut menekan agar berkas bermasalah tersebut tetap disetujui.

Ketua Rayon PMII Ushuluddin dan Studi Agama UIN Raden Intan Lampung, Pandu, mengungkapkan bahwa keterlibatan Mabinda dalam kisruh ini adalah bentuk penyimpangan peran pembinaan.

“Mereka seharusnya jadi penengah, bukan justru ikut bermain. Tapi yang terjadi, Mabinda malah menutup mata terhadap kesalahan administrasi yang fatal,” ujar Pandu kepada wartawan, Sabtu (25/10/2025).

Menurut Pandu, indikasi intervensi terlihat jelas dari sikap PB PMII yang tetap menerbitkan SK meski berkas kepengurusan dinilai cacat hukum organisasi.

“Kami menduga PB PMII diintervensi langsung oleh Mabinda Lampung untuk meloloskan SK ini. Padahal mereka tahu jelas bahwa sekretaris dan bendahara yang diajukan belum mengikuti PKL, artinya belum memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam PO,” tegasnya.

Pandu menjelaskan, Pasal 10 PO PMII hasil Muspimnas Tulungagung 2022 menegaskan bahwa setiap Ketua dan BPH Cabang harus sudah dinyatakan lulus PKL.

Namun dalam kasus ini, kedua nama yang diajukan tidak memiliki sertifikat kelulusan tersebut.

“Kalau ini dibiarkan, berarti PB PMII ikut melanggar aturan yang mereka buat sendiri. Mabinda juga gagal total karena bukan menyelesaikan masalah, tapi malah menjadi bagian dari pelanggaran itu,” tambahnya.

Lebih jauh, Pandu menilai pembiaran pelanggaran ini bukan hanya soal konflik internal, tetapi menyangkut marwah organisasi dan kepatuhan terhadap konstitusi.

“Kalau pembina dan pengurus pusat sudah bisa diintervensi oleh kepentingan tertentu, itu tanda bahaya. PMII bukan lagi tempat kader belajar nilai, tapi alat bagi segelintir orang,” ujarnya.

Pandu bersama sejumlah kader PMII di Bandar Lampung memberikan waktu **2 x 24 jam** kepada PB PMII untuk mencabut SK bermasalah tersebut dan menindak pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran, termasuk unsur Mabinda Lampung yang diduga mengintervensi keputusan.

Jika dalam waktu tersebut PB PMII tidak mengambil sikap tegas, para kader berencana melakukan konsolidasi besar-besaran dan aksi demonstrasi damai di kantor PB PMII di Jakarta.

“Kalau dua hari tidak ada tindakan, kami akan turun ke PB. Kami ingin sampaikan bahwa kader di daerah tidak akan diam saat aturan organisasi diinjak-injak. Ini soal harga diri PMII,” tegas Pandu.

Ia menegaskan, perjuangan ini bukan semata soal perebutan posisi, tetapi soal ketaatan terhadap konstitusi dan moralitas kader.

“PMII harus dijaga dari permainan kotor. Kalau aturan saja bisa dinegosiasikan, maka tak ada lagi nilai yang bisa kita banggakan sebagai kader,” tutupnya.