MTM Tuding Pembangunan KUA Natar Asal-asalan

Lampung Selatan (Kandidat)- Ketika masyarakat mendambakan rumah ibadah dan pusat manasik haji yang kokoh, apa daya yang datang justru bangunan berstandar “miniatur.” Proyek pembangunan Gedung KUA dan Manasik Haji di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, yang digadang-gadang menelan anggaran Rp1,36 miliar dari dana SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) Tahun Anggaran 2025, justru diduga dibangun dengan kualitas yang patut dipertanyakan kalau tidak mau disebut mencurigakan.

Menurut hasil investigasi Masyarakat Transparansi Merdeka (MTM) Provinsi Lampung, pembangunan yang dikerjakan oleh CV. Tama Group ini tak ubahnya seperti mengecoh publik dengan bangunan ala kadarnya. Ketua Umum MTM, Ashari Hermansyah, mengungkap bahwa kolom beton yang seharusnya berukuran 20×20 cm, secara ajaib atau mungkin tragis hanya berukuran 9×9 cm. Lebih kecil dari tiang jemuran, mungkin.

“Kalau bukan mainan anak-anak, bangunan apa yang kolomnya segitu?” sindir Ashari. “Ini proyek rumah ibadah, bukan kandang burung.”

Tak berhenti di situ. Ashari menyebut dirinya sudah mencoba mengirim surat ke pihak penyedia jasa, tapi yang menerima malah kepala tukang di lokasi bernama Heri. Ketika dihubungi, Heri menyampaikan pernyataan yang bikin dahi berkerut.

“Kontraktornya belum pernah ke lokasi, Pak.” Bayangkan, proyek miliaran rupiah dikerjakan oleh kontraktor yang bahkan tak tahu jalan ke proyeknya sendiri. Canggih sekali sistem outsourcing kita.

Lebih lanjut, MTM juga menemukan penggunaan material tidak sesuai spesifikasi. Besi tulangan yang seharusnya menggunakan besi ulir, justru diganti dengan “besi banci” — istilah lapangan untuk besi berkualitas rendah. Tampaknya, yang disediakan bukan hanya tempat manasik, tapi juga “manasik akal-akalan.”

Ashari mendesak agar satuan kerja Kementerian Agama Provinsi Lampung serta para pengawas proyek ikut bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran ini. Ia bahkan menyebut kemungkinan besar proyek ini dikerjakan oleh “orang dalam” yang sekadar meminjam bendera perusahaan semacam ghost contractor ala ASN.

“Kalau terbukti benar, ini bukan cuma soal kualitas bangunan. Tapi kualitas moral,” tegas Ashari.

Publik kini menanti, apakah gedung KUA dan pusat manasik haji ini akan selesai sebagai tempat ibadah yang layak, atau malah menjadi monumen diam dari proyek asal-asalan yang dibangun dengan ketidakhadiran, ketidakseriusan, dan ketidakbertanggungjawaban?

Kalau negara bisa kalah oleh beton 9×9 cm, kita perlu bertanya berapa cm lagi batas kesabaran publik terhadap korupsi berkedok pembangunan?.(Bung)