Mahusa Unila-Walhi Tanam Seribu Mangrove

BANDAR LAMPUNG (KANDIDAT) – Mahasiswa Fakultas Hukum Sayangi Alam (Mahusa) Universitas Lampung (Unila) melakukan kegiatan lingkungan dengan menanam seribu pohon mangrove di Hutan Mangrove Kota Karang, Bandar Lampung, Minggu (17/03/2024).

Aksi peduli lingkungan Mahusa itu bekerja sama dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)

Ketua Mahusa Unila, M Fariel Zulaikha menjelaskan, kegioatan tersebut merupakan agenda tahunan yang pelaksanaannya dalam rangka menjaga keberlangsungan ekosistem laut.

“Selain menanam bakau, pada kesempatan ini Mahusa Unila bersama dengan 100 pegiat lingkungan lainnya juga melakukan aksi bersih-bersih pantai di sekitaran Pulau Pasaran,”kata Fariel.

Dia mengatakan, saat ini kondisi hutan bakau sudah dalam keadaan yang sangat mengkhawatirkan apalagi diperparah dengan maraknya aktivitas penebangan ilegal untuk pertambakan.

“Kami hanya ingin hutan mangrove ini pulih kembali. Agar terjadi keseimbangan ekosistem, yang manfaatnya nanti masyarakat rasakan,”ujarnya.

Senada dengannya, irfan Tri Musri dari Walhi mengapresiasi kegiatan yang diinisasi mahasiswa Mahusa. Ia berpendapat hal itu menjadi bagian dari upaya penyadaran masyarakat akan pentingnya kehadiran hutan bakau dalam ekosistem hidup. Hutan mangrove Kotakarang yang menjadi satu-satunya ekosistem mangrove di Kota Bandar Lampung.

Menurutnya kini sudah semakin terancam akibat kasus penebangan yang terus terjadi. Padahal, keberadaan bakau secara ekologis memiliki beberapa fungsi utama yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Selain sebagai penyedia oksigen, Irfan menyebut bahwa mangrove juga memiliki cadangan karbon yang enam kali lebih tinggi dari pada wilayah terestrial atau daratan.

Mencegah Abrasi

Kemudian dari sisi lainnya, lanjut Irfan, akar rhizopora dari pohon bakau berperan penting mencegah terjadinya abrasi pantai, karena kemampuannya untuk pemecah ombak.

“Kemudian kalau kita lihat ada sebuah peluang yang juga bisa pemerintah manfaatkan, untuk bisa menjadikan mangrove ini sebagai sebuah objek ekowisata. Ini bisa mendongkrak perekonomian masyarakat,” katanya.

Dengan keberadaan hutan bakau yang berperan besar ini, dia berharap agar kegiatan ini bukan hanya menjadi ajang seremonial belaka. Melainkan dapat terlaksana terus-menerus, sampai dengan proses perawatan guna memastikan mangrove yang di tanam tumbuh dengan baik.

“Manfaat mangrove ini baru dapat kita rasakan 10 tahun kemudian. Dan kegiatan ini memang kesekian kalinya kita lakukan. Tapi dalam progresnya ini mengalami beberapa hambatan dengan adanya aktivitas penebangan sehingga terus kita lakukan upaya reboisasi,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *