Langkah Mirza Tuai Apresiasi Akademisi

BANDAR LAMPUNG (KANDIDAT) – Langkah Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal (RMD) dengan membawa tujuh Bupati pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Legislasi DPR RI mendapat apresiasi dengan membawa persoalan singkong ke tingkat Nasional

Disinyalir, Konflik singkong ini juga bermula dari ketegangan antara petani singkong dan perusahaan pengolahan singkong atau pabrik tapioka yang telah berlangsung sejak lama.Permasalahan ini muncul karena ketidakseimbangan dalam rantai pasok, harga, dan ketergantungan petani terhadap tengkulak sehingga menjadi isu nasional.

Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (UNILA) Usep Syaipudin mengatakan, Perjuangan Gubernur Lampung harus patut diapresiasi , karena menyangkut hidup petani Lampung, Sehingga permasalahan ini bisa diselesaikan dari tingkat atas hingga ke bawah.

“Saya mengapresiasi langkah gubernur Lampung yang membawa persoalan singkong ke tingkat nasional,” Kata Usep kepada media ini. Minggu (29/06)

Menurut Usep, Dengan hadirnya RMD Bersama tujuh Bupati Lampung di Senayan, Itu adalah bentuk kepedulian Kepala Daerah yang memperjuangkan rakyatnya.

“Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Memang pemerintah perlu memberi perhatian serius soal singkong ini,” ucapnya

Sehingga, sambung Usep, perjuangan RMD itu mudah-mudahan menghasilkan Solusi terbaik untuk lampung kedepan, demi kesejahteraan Petani.

“Agar petani mendapat harga yang bagus dan kesejahteraannya meningkat, semoga RDP itu memperoleh Solusi terbaik,”tandasnya

Diketahui, Dalam RDP itu dipimpin langsung oleh Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, Gubernur Mirza secara tegas menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi petani dan pengusaha singkong di Lampung. Ia meminta dukungan DPR RI agar singkong diakui sebagai komoditas pangan strategis nasional dan dihentikannya impor singkong serta produk turunannya.

“Saya datang kepada Baleg DPR RI membawa teman-teman untuk memperjuangkan nasib petani singkong dan pengusaha singkong,” ujar Gubernur Mirza.

Ia menyampaikan, bahwa Lampung menyumbang 51 persen produksi singkong nasional, mencapai 7,9 juta ton per tahun. Dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Lampung sebesar Rp483 triliun, sekitar Rp50 triliun berasal dari komoditas singkong dan produk olahannya.

Sebagai bentuk keberpihakan terhadap petani, Pemprov Lampung telah menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 mengenai penetapan harga sementara ubi kayu, yakni Rp1.350 per kilogram, dengan potongan maksimal 30 persen tanpa memperhitungkan kadar pati. Namun, harga ini hanya berlaku di tingkat lokal dan tidak memiliki kekuatan hukum nasional, sehingga petani tetap berada dalam posisi rentan.

“Petani senang, tapi pengusaha mengeluh karena harga ini membuat bisnis mereka tidak kompetitif,” jelasnya. Akibatnya, banyak pelaku industri menutup pabrik, sehingga saat panen raya tiba, petani tidak memiliki pembeli dan harga kembali jatuh. “Saya tanya pengusaha, kenapa tidak bisa beli? Mereka jawab, karena tepung tapioka impor jauh lebih murah dan tidak dikenakan pajak masuk,” tambahnya.

Gubernur Mirza menegaskan bahwa tanpa intervensi dari pemerintah pusat, petani siap mengganti komoditas. “Kita masih punya padi, jagung, bahkan tebu. Tapi kalau ini terjadi, artinya singkong dan turunannya akan tergantung pada impor,” tutupnya. (EDI)