Korban PHK Kena PHP

BANDAR LAMPUNG (KANDIDAT) – Dijanjikan kembali bekerja usai di PHK beberapa bulan lalu oleh pihak kedua Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (RSUDAM) Lampung, IS mantan Housekeeping mengeluh belum juga dipanggil lagi, Ia menyesalkan pihak manajemen seolah memberi harapan palsu.

IS menjelaskan sebelumnya dirinya bekerja di RSUDAM sebagai Housekeeping dibawah naungan perusahaan pihak kedua CV ASC.

IS mengatakan bahwa telah bekerja di RSUDAM selama 17 tahun lamanya.

“Saya diberhentikan saat itu lewat WhatsApp. Tanggal 25 Februari 2025 menjelang Idul Fitri,” ujarnya, Minggu 25 Mei 2025.

Ditambahkan IS usai diberhentikan dirinya dijanjikan kembali akan dipanggil lagi oleh manajemen untuk bekerja di RSUDAM.

“Tapi nyatanya sampai dengan saat ini saya belum dipanggil-panggil lagi,” jelasnya.

Lebih parahnya lagi kata dia, walaupun telah bekerja selama belasan tahun IS pun tak diberikan kompensasi apapun.

“Saya mengabdi di RSUDAM bukannya baru. Tapi sudah lama. 17 tahun tapi tidak ada (konpensasi) apapun,” ungkapnya.

IS menjelaskan sebelum terjadinya pemberhentian secara sepihak itu dirinya hanya menerima gaji sebesar Rp1,7 juta perbulan.

“Ini saja saya diberhentikan (secara sepihak) itu kendalanya apa itu enggak tahu,” terangnya.

Sampai saat ini pun dirinya belum mendapatkan pekerjaan atau bekerja lagi. Pasca diberhentikan oleh RSUDAM.

“Buat makan aja susah. Enggak tahu lagi mau nyari kemana,” ungkapnya.

Sementara itu, sampai berita ini diturunkan belum ada penjelasan dari pihak ASC maupun RSUDAM Lampung.

Untuk diketahui sebelumnya, sebanyak 150 orang yang terdiri dari para office boy (OB) dan cleaning service di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Moeloek, Bandar Lampung, menggelar aksi demonstrasi di halaman rumah sakit, Senin 3 Maret 2025.

Aksi ini melibatkan dua perusahaan penyedia jasa tenaga kebersihan, yakni PT. Artha Sarana Cemerlang (ASC) dengan 74 pekerja dan PT. Gemilang Mulia Sarana (GMS) dengan 76 pekerja.

Mereka menuntut agar gaji mereka dibayar sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) Lampung tahun 2025 yang sebesar Rp2.893.000 per bulan.

Para pekerja tersebut mengeluhkan adanya potongan yang tidak wajar dari gaji mereka, yang menurut mereka sangat memberatkan.

Mereka menyebutkan bahwa meskipun RSUD Abdul Moeloek telah mengalokasikan anggaran untuk upah sesuai dengan UMP, pihak penyedia jasa tenaga kerja justru melakukan pemotongan yang tidak adil.

“Potongan gaji yang kami terima sangat tidak wajar, sementara pihak rumah sakit sudah mengalokasikan anggaran upah sesuai UMP. Kami hanya menuntut hak kami untuk mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan peraturan yang ada,” ujar salah satu perwakilan demonstran.

Selain itu, salah satu pekerja juga mengungkapkan kejanggalan dalam proses perekrutan tenaga kerja di PT. GMS.

Dikatakan bahwa untuk bisa diterima sebagai OB di perusahaan tersebut, seorang calon pekerja diwajibkan membayar biaya administrasi sebesar Rp3.500.000.

Biaya ini, menurut para pekerja, sangat memberatkan dan tidak wajar.

“Untuk menjadi OB melalui PT. GMS, kami diminta membayar biaya admin sebesar Rp3.5 juta, yang menurut kami sangat tidak adil. Kami sudah bekerja keras, tetapi hingga kini gaji kami belum dibayar,” kata salah satu pekerja yang ikut serta dalam aksi demo.

Pihak RSUD Abdul Moeloek belum memberikan keterangan resmi terkait permasalahan ini.

Namun, tuntutan dari para pekerja untuk mendapatkan hak mereka sesuai dengan ketentuan UMP terus disuarakan dengan harapan ada penyelesaian yang segera dilakukan.

Aksi demo ini memunculkan keprihatinan terkait kondisi pekerja outsourcing di sejumlah rumah sakit, dan menjadi sorotan terkait sistem pengelolaan tenaga kerja yang seharusnya lebih memperhatikan kesejahteraan para pekerja. (*)