BANDAR LAMPUNG (KANDIDAT) – Gelombang aksi unjuk rasa yang mengguncang berbagai daerah di Indonesia kini mulai mengarah ke Provinsi Lampung. Menjelang aksi besar yang akan digelar pada Senin (01/09), Kapolda Lampung Helmy Santika dinilai hanya diam tanpa ada antisipasi masa aksi.
Ketua Lampung Police Watch (LPW), MD Rizani, secara tegas meminta Helmy Santika segera mundur dari jabatannya. Ia menilai kepemimpinan Helmy gagal memberikan ketenangan dan solusi di tengah situasi nasional yang sedang panas. Bahkan, Rizani mendesak Kapolri untuk segera mencopot Helmy dari jabatannya.
“Kapolda Lampung belum menunjukkan langkah antisipasi maupun pendekatan persuasif kepada masyarakat. Padahal, sejak Senin (25/8) lalu gelombang aksi sudah terlihat jelas di Jakarta dan berbagai daerah lain. Di Lampung, polisi hanya berdiam di markas tanpa ada himbauan ataupun upaya meredam potensi kericuhan,” kata Rizani di warta coffe PWI Lampung. Minggu (31/8).
Menurut Rizani, saat daerah lain sudah mulai menyiapkan langkah-langkah menghadapi demonstrasi, Polda Lampung justru tampak pasif. Ia menilai absennya komunikasi langsung kepada masyarakat membuat potensi gesekan semakin terbuka.
“Tidak ada satu pun himbauan resmi yang mengingatkan masyarakat agar aksi tetap damai dan tidak anarkis. Seolah-olah Polda Lampung menunggu keadaan meledak dulu baru bergerak. Ini sangat disayangkan,” ujarnya.
Lebih jauh, Rizani juga menyinggung sederet persoalan di Lampung yang hingga kini dinilai belum dituntaskan. Salah satunya kasus lama terkait tahanan narkoba yang kabur beberapa tahun lalu namun hingga kini belum jelas penanganannya.
“Kalau kasus lama saja mangkrak, bagaimana bisa berharap ada langkah cepat dalam menghadapi situasi genting seperti sekarang,” tambahnya.
Rizani menilai desakan pencopotan Kapolda Lampung bukan semata persoalan daerah, melainkan bagian dari krisis besar yang sedang melanda institusi Polri. Menurutnya, rakyat sudah mulai kehilangan rasa percaya terhadap kepolisian, terutama setelah banyaknya korban jatuh dalam demonstrasi nasional pekan lalu.
“Kalau situasi ini dibiarkan berlarut, rakyat akan semakin yakin bahwa Polri tidak lagi berpihak pada mereka. Padahal, keberadaan polisi adalah untuk rakyat, bukan untuk melawan rakyat,” tegasnya.
Lebih lanjut, LPW menyerukan agar momentum demonstrasi nasional dijadikan titik balik untuk mereformasi tubuh Polri secara menyeluruh. Transparansi, akuntabilitas, serta penghentian gaya represif menurutnya wajib dijadikan pijakan baru agar Polri bisa kembali mendapat kepercayaan publik.
“Jangan tunggu rakyat kehilangan seluruh kesabaran. Reformasi Polri harus dilakukan sekarang. Copot Kapolri, evaluasi Kapolda, dan hadirkan kepemimpinan baru yang benar-benar berpihak pada rakyat,” terangnya
Menjelang Senin (1/9), semua mata akan tertuju ke Lampung. Apakah Polda Lampung mampu menjaga situasi tetap kondusif, atau justru gelombang kekecewaan rakyat akan semakin besar.
LPW menekankan, Presiden tidak bisa lagi menutup mata terhadap krisis kepercayaan yang sedang terjadi. Evaluasi besar-besaran di tubuh Polri, termasuk pencopotan sejumlah Kapolda, dianggap menjadi langkah paling masuk akal untuk meredam kemarahan rakyat.
“Kalau pemerintah tidak segera bertindak, bukan hanya DPR yang akan ditolak rakyat, tapi Polri juga bisa kehilangan wibawa sepenuhnya,” pungkasnya. (Gung)