BANDAR LAMPUNG (KANDIDAT) — Praktisi Hukum Bandar Lampung Hengki Irawan melontarkan kritik keras terhadap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung yang dinilai lamban dan tidak transparan dalam menangani kasus korupsi di Lampung.
Bahkan, tiga pergantian Kepala Kejati lampung belum juga menunjukan kinerja yang signifikan dan kepastian hukum bagi Masyarakat lampung.
Hengki mengatakan, Bahwa berdasarkan undang-undang proses penyelidikan memang Masyarakat tidak perlu tahu. Namun warga berhak mengetahui proses perkembangannya.
“Kalau mengacu ke Undang-Undang Dasar Nomor 14 Tahun 2008, masyarakat memang tak perlu tahu secara detail proses penyidikan,karena Itu ada Dipasal 7 Tanpa pengecualian,Tapi secara etis Masyarakat dikasih tau Sudah sampai Sejauh mana Perkembangan Kasusnya.Ini Soal akuntabilitas,”Ujar Hengki senin (21/7/2025).
Hengki menilai pergantian tiga kali Kepala Kejati belum membawa perubahan signifikan.
“Sudah tiga kali ganti kepala, responsnya tetap sama. Tidak ada laporan, tidak ada perkembangan. Wajar saja kalau masyarakat menyebut kejaksaan mandul,” ujarnya.
Ia juga menyindir langkah Kejati dalam penangkapan mantan Bupati Lampung Timur. “Yang ditangkap nilainya kecil. Bagaimana dengan kasus yang puluhan miliar? Kenapa itu seolah dibiarkan?” katanya.
Menurut Hengki, Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. “Jangan hanya perkara kecil yang berani diungkap, tapi kasus besar tidak,Ini membuat masyarakat kehilangan kepercayaan Kami ingin kejaksaan menunjukkan keberanian mengungkap perkara besar,” tegasnya.
Ia juga mengutip pernyataan mantan Kepala Kejati Lampung, Kuntadi, yang menyatakan bahwa penegakan hukum harus memenuhi dua unsur: keadilan nyata dan keadilan media. “Kalau media tidak mempublikasikan dan masyarakat tidak diberi informasi, bagaimana keadilan sosial bisa hidup?,”ungkapnya
Terkait polemik perkara PT Lampung Energi Berjaya (LEB), Hengki mempertanyakan kejelasan status hukum pasca-penyitaan.
“Kejaksaan sudah menyita uang dan aset, tapi sampai sekarang belum jelas siapa tersangkanya. Bagaimana bisa seperti ini?” ungkapnya.
Hengki meminta Kejati transparan dalam memberikan informasi kepada publik.
“Setidaknya harus ada semacam laporan pertanggungjawaban. Ketika kepala kejati berganti, PR-nya harus jelas. Masyarakat juga harus diberi ruang untuk melapor dan diberi laporan balik, bukan malah diabaikan,” tegasnya.
Ia menambahkan, ketidakjelasan proses hukum berdampak langsung pada nasib para pekerja di PT LEB. “Mereka jadi tak nyaman bekerja karena status hukumnya menggantung. Ini harus segera dituntaskan,” tutupnya.
Sebelumnya, Kejati telah memeriksa lebih dari 33 saksi dari berbagai pihak, termasuk jajaran komisaris dan direksi Pt Leb, pejabat Pemerintah Provinsi Lampung, Pemerintah Kabupaten Lampung Timur, serta pihak-pihak terkait lainnya seperti PT LJU, PDAM Way Guruh, dan PT Pertamina PHE OSES.
Selain pemeriksaan saksi, Kejati Lampung juga telah menyita sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai dalam mata uang rupiah dan asing. Nilai mata uang asing yang diamankan mencapai USD 1.483.497,78 atau sekitar Rp21,4 miliar, yang disimpan di Bank Lampung dan Bank BNI atas nama Direktur Utama PT LEB.
Penyitaan juga mencakup sejumlah dokumen, satu unit mobil, satu unit sepeda motor, dan beberapa barang berharga lainnya.
Pihak Kejati menyebut masih melengkapi keterangan dari saksi ahli dan terus berkoordinasi dengan BPKP untuk menghitung total kerugian negara. (*)











