Kasus Adipati “Tidur Nyenyak” di Kejati

LAMPUNG (KANDIDAT) – Lambatnya penanganan sejumlah perkara di Kejaksaan mulai menuai sorotan publik. Meski pemeriksaan telah berlangsung lebih dari enam bulan, status hukum para pihak yang diperiksa hingga kini belum juga jelas.

Padahal, Peraturan Jaksa Agung RI Nomor PER-006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan menekankan prinsip penyidikan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan.

Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI, khususnya Pasal 30, yang memberi kewenangan kepada Jaksa untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang, termasuk tindak pidana korupsi, pelanggaran HAM berat, serta tindak pidana lain yang diatur undang-undang, dengan tetap menjunjung asas profesionalitas, kepastian hukum, dan keadilan.

Praktisi hukum Kota Bandar Lampung, Hengki Irawan, menilai kondisi ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.

“Jika penyidikan sudah berjalan lebih dari tiga bulan tanpa kejelasan status tersangka, publik berhak mempertanyakan konsistensi asas cepat dan kepastian hukum sebagaimana dimandatkan dalam KUHAP Pasal 50 maupun UU Kejaksaan,” ujar Hengki, Rabu (17/9/2025).

Hengki menambahkan, keterlambatan penyidikan dapat menimbulkan persoalan serius, terlebih bila perkara menyangkut tindak pidana kehutanan. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan secara tegas melarang aktivitas dalam kawasan hutan tanpa izin sah (Pasal 50 ayat 3). Pelanggaran atas ketentuan ini diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat 2.

“Bila ditemukan adanya keterlibatan kepala daerah dalam penerbitan izin yang menyimpang, maka perbuatan tersebut dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan, KUHP Pasal 421 secara tegas menyebut pejabat yang menyalahgunakan kewenangan untuk memaksa seseorang berbuat atau tidak berbuat sesuatu dapat dipidana,” tegasnya.

Menurutnya, aparat penegak hukum wajib menuntaskan penyidikan secara cepat dan memberikan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 50 KUHAP.

“Jangan sampai kewenangan Jaksa dipertanyakan hanya karena lambannya proses penyidikan yang melewati batas waktu wajar,” pungkasnya.

Diketahui, pada 6 Januari 2025, RAS telah diperiksa penyidik selama kurang lebih 12 jam terkait dugaan keterlibatannya dalam penguasaan lahan kawasan hutan yang dialihfungsikan menjadi perkebunan tanpa izin resmi.

Sebelumnya, Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya, menyatakan penyidik tengah menelusuri peran kepala daerah dalam pengambilan keputusan dan penerbitan izin.

“Kami menelusuri peran kepala daerah dalam pengambilan keputusan dan penerbitan izin terkait penguasaan lahan. Itu yang kami dalami,” katanya.

Armen menegaskan, komitmennya untuk menyelesaikan kasus ini secara menyeluruh, transparan, dan objektif.

“Pihak kejaksaan memastikan setiap langkah penyelidikan dilakukan sesuai prosedur hukum, termasuk meminta pertanggungjawaban pihak-pihak yang terbukti terlibat,”tandasnya.

(Hen)