Hasil Geledah Rumah Dendi Masih Senyap

LAMPUNG (KANDIDAT) – Pasca penggeledahan rumah mantan Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung hingga saat ini belum memberikan informasi hasil penyitaan yang dilakukan pada kamis (25/09) lalu ke publik.

Dosen Universitas Terbuka (UT) Bandar Lampung, Hengki Irawan, menilai bahwa dalam situasi seperti ini, keterbukaan informasi publik menjadi hal yang sangat penting.

“Publik berhak tahu sepanjang tidak mengganggu proses penyelidikan, Penggeledahan terhadap pejabat publik, apalagi mantan kepala daerah, bukan hanya soal penegakan hukum, tapi juga menyangkut moralitas pemerintahan dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum,” ujar Hengki,minggu (5/10/2025).

Menurutnya, langkah Kejati Lampung secara hukum memiliki dasar kuat sebagaimana diatur dalam Pasal 32 sampai Pasal 34 KUHAP, yang memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan penggeledahan dengan izin pengadilan.

“Dalam keadaan mendesak, penggeledahan memang bisa dilakukan terlebih dahulu, asalkan setelahnya dilaporkan dan disahkan oleh pengadilan,” jelasnya.

Hengki menambahkan, kewenangan kejaksaan juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang memberi jaksa kewenangan menyelidiki tindak pidana tertentu termasuk melakukan penggeledahan dalam tahap penyelidikan.

“Tidak ada yang salah jika Kejati Lampung turun tangan, asalkan seluruh prosedur dijalankan dengan benar dan transparan,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya Kejati Lampung membuka ruang komunikasi publik agar tidak muncul spekulasi di masyarakat.

“Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan bahwa setiap lembaga negara wajib menyampaikan informasi yang berdampak luas bagi masyarakat. Jadi Kejati seharusnya tidak menutup diri,” ucapnya

Bahkan, kata dia, konferensi pers atau rilis resmi dari Kejati Lampung justru akan meredam isu liar dan menjaga marwah lembaga hukum.

“Tanpa keterbukaan, ruang publik akan dipenuhi gosip dan tafsir liar yang bisa mencederai kepercayaan masyarakat. Bukan berarti semua detail penyelidikan dibuka, cukup jelaskan agar publik merasa proses hukum berjalan adil,” tambahnya.

Hengki menegaskan, prinsip keterbukaan ini sejalan dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, yang menekankan pentingnya akuntabilitas dan transparansi.

“Penggeledahan terhadap mantan Bupati Pesawaran harus menjadi momentum bagi Kejati Lampung untuk menunjukkan komitmen bahwa hukum berlaku sama tanpa pandang bulu. Keadilan tidak bisa disembunyikan di balik tembok tertutup. Publik hanya ingin satu hal, kejelasan, bukan sensasi, bukan drama politik, tapi kebenaran yang terang benderang,” pungkasnya.

(Hen)