LAMPUNG BARAT (KANDIDAT) – Nasib petani di Lampung Barat semakin memprihatinkan. Di tengah anjloknya harga kopi yang menjadi andalan utama perekonomian warga, mereka kini juga harus menghadapi teror harimau liar yang terus menghantui pemukiman dan ladang.
Kondisi memilukan ini diungkapkan oleh seorang petani kopi asal Kecamatan Suoh, Lampung Barat, dalam sebuah unggahan video di akun Instagram @kelampung yang viral dan mendapat simpati luas dari warganet.
Dalam video tersebut, petani itu menyampaikan keresahannya dengan nada penuh kecemasan. “Harga kopi turun, kerja udah kayak maling nyumput-nyumput, bos. Tengoklah di atas pohon ini, jangan tanya kenapa Suoh ini bos, Lampung Barat ada macam (harimau),” ujarnya sambil memperlihatkan situasi ladang yang tampak sepi dan mencekam.
Petani itu bahkan menyebut, ketika hendak beristirahat pun mereka tak bisa tenang karena takut diterkam harimau. “Kalau istirahat di bawah, nanti kalau kena terkam wah modar (mati) jadi kek mana ini solusinya, aih pening palak (pusing kepala). Udah berapa ini yang jadi korban harimau, ngeri cok nyawa taruhan nya,” katanya pilu.
Ungkapan seperti “macan cok bawa Supra ini” dan “mana jalan cuma segini nyawa taruhan nya” menggambarkan betapa rawannya kehidupan petani di kawasan tersebut. Mereka bekerja dalam ketakutan, menyusuri jalur-jalur sempit dengan risiko ancaman maut dari satwa buas yang berkeliaran bebas.
Krisis Ekonomi dan Ancaman Ekologis
Penurunan harga kopi yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir membuat penghasilan petani di Lampung Barat menurun drastis. Kopi yang selama ini menjadi sumber kehidupan utama kini tidak lagi memberi harapan yang layak.
Ironisnya, situasi ekonomi yang sulit ini diperparah dengan konflik antara manusia dan satwa liar terutama harimau yang semakin sering memasuki wilayah pemukiman warga. Beberapa warga bahkan dikabarkan telah menjadi korban serangan harimau, meski pihak berwenang belum memberikan data resmi terbaru mengenai jumlah kejadian tersebut.
Krisis yang dialami petani Lampung Barat adalah panggilan darurat bagi pemerintah pusat dan daerah. Konflik antara manusia dan satwa liar harus diselesaikan secara komprehensif dan manusiawi, tanpa mengorbankan ekosistem maupun keselamatan warga. (Vrg)