LAMPUNG (KANDIDAT) – Program prioritas Presiden melalui pembangunan Jaringan Irigasi Tersier (JIT) di Kabupaten Lampung Timur kembali menuai sorotan. Proyek yang berlokasi di Desa Rajabasa Baru dan Desa Mataram Baru itu diduga sarat penyimpangan dan minim transparansi, sehingga memunculkan kecurigaan publik bahwa proyek ini hanyalah “proyek siluman”.
Pantauan lapangan menunjukkan pekerjaan dilaksanakan tanpa papan informasi. Tidak terlihat keterangan mengenai sumber anggaran, nilai kontrak, maupun nama kontraktor pelaksana. Padahal, aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah mewajibkan keterbukaan informasi melalui pemasangan papan proyek di lokasi kegiatan.
Kecurigaan publik semakin menguat setelah keterangan sejumlah pengurus Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Di Desa Rajabasa Baru, salah satu pengurus P3A mengaku hanya diberitahu bahwa mereka akan menerima bangunan irigasi.
“Ada seseorang bernama Prayit datang, bilang kami hanya penerima manfaat. Yang mengerjakan orang dari Purbolinggo. Itu saja yang kami tahu,” ujarnya.
Lebih mengejutkan, Ketua P3A Tirto Wening Desa Mataram Baru, Muh, mengungkap adanya dugaan modus manipulatif sebelum pekerjaan dimulai.
“Sebelum pengerjaan, kami sempat diminta menandatangani kertas blangko kosong tanpa keterangan apa pun. Tidak ada penjelasan soal anggaran, kontrak, atau teknis pekerjaan,” tegasnya.
Saat dikonfirmasi, Prayit yang mengaku sebagai pelaksana proyek menyebut pekerjaan ini berada di bawah kendali PPK OP Balai Besar.
“Kami mitra yang ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan. Kami diarahkan untuk melibatkan P3A. Pengerjaan sempat ditawarkan ke P3A, tetapi mereka tidak berkenan, hanya menerima manfaat saja,” jelasnya melalui pesan WhatsApp.
Namun, pernyataan tersebut justru menimbulkan tanda tanya baru. Publik menduga proyek ini bukan murni swakelola pemerintah bersama P3A, melainkan diam-diam dikerjakan kontraktor yang ditunjuk tanpa mekanisme tender resmi. Jika benar, hal ini jelas melanggar aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Ketua LSM Aksi, Feri Pradana, mendesak aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan.
“Program swasembada pangan adalah amanat Presiden untuk rakyat, bukan bancakan oknum. Jika pelaksanaan tanpa tender, tanpa papan informasi, bahkan ada modus blangko kosong, ini jelas rawan penyalahgunaan anggaran negara,” tegasnya
Kasus ini kini menjadi sorotan publik. Jika benar ada tanda tangan blangko kosong dan mekanisme pelaksanaan tidak transparan, dugaan manipulasi dokumen serta potensi korupsi semakin menguat. Masyarakat mendesak APH mengusut tuntas kasus ini demi menjaga marwah program prioritas nasional.
(Gung)