BBM Ilegal Marak, Polda “Bobo Manis

BANDAR LAMPUNG (KANDIDAT) – Akademisi Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Dr. Benny Karya Limantara, menyoroti dugaan pembiaran terhadap aktivitas gudang penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal di Lampung yang belakangan ini kerap terbakar dan menimbulkan keresahan.

Ia menyebut, minimnya penegakan hukum terhadap kasus tersebut berpotensi menjadi bentuk pengabaian serius oleh aparat kepolisian. Peristiwa kebakaran di sejumlah gudang BBM ilegal bukan hanya menimbulkan kerugian materiil, tetapi juga mengancam keselamatan jiwa masyarakat sekitar.

“Ironisnya, penegakan hukum terhadap praktik ilegal ini tampak minim atau nyaris tidak berjalan,” tegas Dr. Benny, Rabu (23/7/2025).

Menurutnya, ada sejumlah isu hukum yang patut dipertanyakan kepada aparat penegak hukum, khususnya kepolisian.

“Apakah mereka mengetahui keberadaan gudang BBM ilegal? Jika tahu, mengapa tidak ditindak? Apakah ini bentuk kelalaian, atau ada unsur pembiaran? Bahkan, apakah aparat bisa dipidana dalam kasus ini?” ucapnya.

Melanggar UU Migas

Dr. Benny menjelaskan, penyimpanan BBM tanpa izin jelas melanggar Pasal 53 huruf b Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jo. UU Cipta Kerja.

Dalam pasal tersebut disebutkan, setiap orang yang menyimpan BBM tanpa izin usaha penyimpanan, dapat dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda hingga Rp30 miliar. Namun, bukan hanya pelaku utama yang dapat dijerat hukum. Aparat yang terbukti melakukan pembiaran juga bisa dikenakan sanksi hukum.

“Jika benar ada pembiaran oleh aparat kepolisian, maka perbuatannya bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad). Dalam kasus berat, itu dapat masuk kategori penyalahgunaan wewenang atau persekongkolan dalam tindak pidana berdasarkan Pasal 55 KUHP dan UU Tipikor jika ada unsur gratifikasi atau suap,” jelasnya.

Pelanggaran Etik dan Potensi Sanksi

Dalam konteks etik dan disipliner, lanjut Benny, anggota Polri terikat pada Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Di sana dijelaskan, setiap anggota Polri berkewajiban menjunjung tinggi supremasi hukum, melindungi masyarakat dari kejahatan, dan bertindak tanpa diskriminasi.

 

“Jika ada anggota Polri yang mengetahui keberadaan gudang BBM ilegal namun tidak bertindak, maka itu jelas pelanggaran kode etik. Harus diperiksa oleh Divisi Propam,” tegasnya.

Kritik Terhadap Polda Lampung

Lebih jauh, ia menanggapi kritik publik yang menyebut Polda Lampung “tutup mata” terhadap maraknya gudang BBM ilegal. Menurutnya, kritik tersebut sangat masuk akal bila melihat. Banyaknya kebakaran yang terjadi di gudang BBM ilegal, tidak adanya proses hukum atau konferensi pers dari pihak kepolisian, fakta bahwa praktik penyimpanan ilegal dilakukan terbuka dan berulang, bahkan di lokasi yang sama.

“Namun secara hukum, menyimpulkan adanya pembiaran butuh bukti kuat. Misalnya informasi bahwa laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti, adanya gratifikasi, atau laporan dari whistleblower,” jelasnya.

Rekomendasi: Audit dan Pengawasan Ketat

Dr. Benny pun menyampaikan sejumlah rekomendasi kritis. Pertama, DPRD dan masyarakat sipil harus mendorong audit menyeluruh dan pengawasan ketat terhadap lokasi-lokasi yang diduga menjadi gudang BBM ilegal.

“Kemudian, Kompolnas, Propam Mabes Polri, dan Ombudsman RI harus dilibatkan untuk menyelidiki dugaan pembiaran atau ketidakaktifan aparat Polda,” ujarnya.

Ia juga mengajak jurnalis dan masyarakat sipil untuk menggalang dokumentasi visual dan administratif yang membuktikan keberadaan gudang ilegal serta respon aparat terhadapnya.

“Jika terbukti ada pelanggaran etik atau pidana oleh aparat, maka Kapolda Lampung dapat dimintai tanggung jawab secara fungsional dan komando,” tegasnya.

Jangan Biarkan Abuse of Power

Dalam negara hukum, kata Dr. Benny, pembiaran terhadap pelanggaran hukum adalah bentuk pengkhianatan terhadap mandat kekuasaan publik.

“Jika aparat penegak hukum justru membiarkan atau bahkan melindungi kejahatan, maka itu adalah bentuk abuse of power yang harus dilawan secara sistemik, legal, dan terbuka oleh masyarakat,” tutupnya. (Vrg)